KITAB MERAH 04 ~ MARI PRAKTIKKAN LANGSUNG MENGENAL AKAN TUHAN

 

Mengapa mengenal Allah itu tidak cukup sekedar dikenal nama atau sifat-Nya, akan tetapi mengenal sampai kepada yang empunya nama dan sifat. Sebab kalau hanya berhenti pada nama dan atau sifat, tidaklah akan memberikan bekas yang berarti kepada kehidupan diri. Inilah pula mengapa seseorang yang benar-benar makrifat bukan lagi duduk dimaqam makrifat tetapi sudah di atas makrifat. Kalaulah masih duduk dimaqam makrifat belum lagi makrifat sebab masih ditangga ilmu mengenal, belum lagi sampai kepuncak kehambaaan karena pada hakikatnya puncak mengenal itu adalah menjadi sebenar-benar hamba Allah, sehingga jika disebut hamba maka nyatalah akhir dari kesudahan makrifat itu adalah kembali seperti laku seorang hamba yaitu kembali bersyari'at tetapi wajib dengan cap La Hawla Wala Quwwata Ila Billah.

Untuk memudahkan kita memahami akan hal ini, elok kita praktikkan langsung melalui kitab ini sejenak, cuba sebut (sebut keras-keras) nama Harimau. Maka, apakah ada rasa takut (getaran) muncul di dalam hatimu?. Pastilah jawabmu ‘tidak’. Akan tetapi, jika bertemu dengan Harimau secara langsung (berhadap-hadapan) di dekatmu. Maka tidak pun kau sebut namanya maka kamu akan bergetar ketakutan. Mengapa?, karena bertemu dengan yang punya nama Harimau itu.

Sekarang cuba sebut nama Api. Sekarang aku kembali bertanya, apakah kamu  merasakan panas. Pastilah ‘tidak’. Akan tetapi, jika kamu berjumpa (berdekatan) dengan Api secara langsung. Maka tidak pun kamu sebut namanya, kamu pun akan merasakan panas.  Mengapa?, karena bertemu dengan yang punya nama api tersebut. Sekarang cuba lagi sebut nama Air. Sekarang sekali lagi aku  bertanya, apakah kamu Basah?. Pastilah ‘tidak’. Akan tetapi jika kamu berjumpa (memegang/bersentuh) dengan air secara langsung. Maka tidak pun kamu sebut air itu, kamu akan basah. Mengapa?, karena bertemu dengan empunya nama air tersebut.

Sekarang mari buat permisalan lagi, agar masalah ini benar-benar terpahat di dalam hati dan pikiran kita. Sebut nama pisau, silet, belati, sebut sekuat-kuatnya, lalu sekarang aku bertanya, apakah kulitmu terluka?.  Pastilah ‘tidak’. Akan tetapi jika k ulitmu tersentuh (tersayat) dengan silet, pisau atau belati. Maka tidak pun kamu menyebut namanya, kamu akan terluka. Mengapa?, karena bertemu dengan yang punya nama yang menyayat itu. Setelah kamu terluka maka kenallah kamu kepada yang melukai kulitmu itu.

Dari inilah, mengapa teramat-amat penting mengenal yang empunya nama Allah tersebut. Karena kenal kepada yang empunya nama itulah membawa perubahan ruhani sampai kepada puncak kehambaan (menyembah kepada empunya nama Allah bukan kepada asma’-Nya).

Saudara anak keturunanku, eloklah kita urai beberapa perumpamaan lagi untuk mencapai yakin akan hal ini. Cobalah  sebut kata ‘sabar’. Sekarang, apakah hatimu kagum atau takjub?. Pastilah ‘tidak’. Akan tetapi, jika kau hidup atau kenal dengan orang yang memiliki sifat sabar. Maka tidak perlu sebut dia penyabar, maka kau akan kagum dan takjub kepadanya. Mengapa?, karena bertemu dengan empunya sifat sabar tersebut.  Cuba sebut lagi kata Kasih Sayang, sekarang aku bertanya, apakah hatimu bergetar?. Yakin aku jawabanmu adalah ‘tidak’. Akan tetapi, cubalah kamu bayangkan wajah ayah ibumu yang sudah tiada, tidak pun kau sebut kata Kasih Sayang tersebut, maka hatimu akan bergetar penuh rindu. Mengapa?,  karena dirimu sudah berjumpa dengan emak abahmu yang memiliki sifat kasih sayang itu. Sabar dan kasih sayang itu hanyalah sekedar nama sifat, tetapi si empunya sifat  sabar dan kasih sayang itulah sebenar-benarnya yang membuat getaran. Dari inilah, mengapa seseorang teramat-amat penting mengenal yang empunya nama dan sifat itu.

Untuk sandaran akan hal ini, cubalah lihat satu kalam Tuhan di dalam al-Qur’an:

$tBur àMø)n=yz £`Ågø:$# }§RM}$#ur žwÎ) Èbrßç7÷èuÏ9 ÇÎÏÈ  

Artinya: ‘Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku’. (QS. Adz-Dzariyat: 56).

Ibnu Abbas[1] menafsiri kata ‘Illa Liya’budun’ dengan makna yang dikandunginya yaitu ‘Illa Liya’rifun’  sehingga mengertilah kita makna sebenarnya yaitu ‘Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka kenal (makrifat) kepada-Ku’. Ketahuilah, tiap-tiap nama pasti ada pemiliknya semisal pena adalah nama dan orangnya itu adalah yang kita pegang untuk menulis itu. Semisal Peci adalah nama dan orangnya adalah yang kita pakaikan dikepala itu. Begitu juga dengan Allah itu adalah nama yang juga ada pemiliknya.

Ayat ini menguatkan keyakinan di dalam dada kita, bahwa mengenal Allah (Ma’rifatullah) merupakan perintah Tuhan yang teramat-amat penting, sebagaimana yang terurai secara ringkas di atas pula. Keadaan jiwa seseorang yang telah benar-benar kenal kepada yang empunya nama itu, sebut saja nama-Nya, maka bergemuruh qalbunya. Terdengar saja nama kekasih-Nya (Sayyidina Muhammad SAW) qalbunya sudah lebih dahulu menangis sebelum mata zahirnya menitis air mata. Terlihat apa saja yang ada di alam semesta maka terlihat akan wajah Tuhan-Nya, sehingga lapanglah dadanya, bersihlah pandangannya, tajamlah pendengar-annya, benarlah langkah dan pegangannya, sejuklah kalam-kalamnya karena tiada lagi buruk sangkanya kepada makhluk.

By. Shabri Saleh Anwar bin ANwar Bujang


[1] Abdullah bin Abbas adalah seorang sahabat Nabi Muhammad sekaligus saudara sepupunya. Nama Ibnu Abbas  (ابن عباس) juga diguna-kan untuknya untuk membedakannya dari Abdullah yang lain. Ibnu Abbas merupakan salah satu sahabat yang berpenge-tahuan luas, dan banyak hadis sahih yang diriwayatkan melalui Ibnu Abbas.

Posting Komentar

0 Komentar