Mengapa mengenal Allah itu tidak cukup sekedar dikenal nama atau
sifat-Nya, akan tetapi mengenal sampai kepada yang empunya nama dan sifat. Sebab kalau hanya berhenti pada nama dan atau sifat,
tidaklah akan memberikan bekas yang berarti kepada kehidupan diri. Inilah pula mengapa
seseorang yang benar-benar makrifat bukan lagi
duduk dimaqam makrifat tetapi sudah di atas makrifat. Kalaulah masih duduk
dimaqam makrifat belum lagi makrifat sebab masih ditangga ilmu mengenal, belum
lagi sampai kepuncak kehambaaan karena pada hakikatnya puncak mengenal itu
adalah menjadi sebenar-benar hamba Allah, sehingga jika disebut hamba maka
nyatalah akhir dari kesudahan makrifat itu adalah kembali seperti laku seorang
hamba yaitu kembali bersyari'at tetapi wajib dengan cap La Hawla Wala Quwwata Ila Billah.
Untuk memudahkan
kita memahami akan hal ini, elok kita praktikkan langsung melalui kitab ini sejenak, cuba
sebut (sebut keras-keras) nama Harimau. Maka, apakah ada rasa takut (getaran)
muncul di dalam hatimu?. Pastilah jawabmu ‘tidak’. Akan tetapi, jika bertemu
dengan Harimau secara langsung (berhadap-hadapan) di dekatmu. Maka tidak pun kau
sebut namanya maka kamu akan bergetar ketakutan. Mengapa?, karena bertemu
dengan yang punya nama Harimau itu.
Sekarang cuba sebut nama Api. Sekarang aku
kembali bertanya, apakah kamu merasakan
panas. Pastilah ‘tidak’. Akan tetapi, jika kamu berjumpa (berdekatan) dengan Api secara langsung. Maka tidak pun kamu
sebut namanya, kamu pun akan merasakan panas. Mengapa?, karena bertemu dengan yang punya
nama api tersebut. Sekarang cuba lagi sebut nama Air. Sekarang sekali lagi aku bertanya, apakah kamu Basah?. Pastilah
‘tidak’. Akan tetapi jika kamu berjumpa (memegang/bersentuh) dengan air secara
langsung. Maka tidak pun kamu sebut air itu, kamu akan basah. Mengapa?, karena
bertemu dengan empunya nama air tersebut.
Sekarang mari buat
permisalan lagi, agar masalah ini benar-benar terpahat di dalam hati dan
pikiran kita. Sebut nama pisau, silet, belati, sebut sekuat-kuatnya, lalu sekarang
aku bertanya, apakah kulitmu terluka?. Pastilah
‘tidak’. Akan tetapi jika k ulitmu tersentuh (tersayat)
dengan silet, pisau atau belati. Maka tidak pun kamu menyebut namanya, kamu akan
terluka. Mengapa?, karena bertemu dengan yang punya nama yang menyayat itu. Setelah
kamu terluka maka kenallah kamu kepada yang melukai kulitmu itu.
Dari inilah,
mengapa teramat-amat penting mengenal yang empunya nama Allah tersebut. Karena
kenal kepada yang empunya nama itulah membawa perubahan ruhani sampai kepada
puncak kehambaan (menyembah kepada empunya nama Allah bukan kepada asma’-Nya).
Saudara anak keturunanku, eloklah kita
urai beberapa perumpamaan lagi untuk mencapai yakin akan hal ini. Cobalah sebut kata ‘sabar’. Sekarang, apakah hatimu
kagum atau takjub?. Pastilah ‘tidak’. Akan tetapi, jika kau hidup atau kenal
dengan orang yang memiliki sifat sabar. Maka tidak perlu sebut dia penyabar,
maka kau akan kagum dan takjub kepadanya. Mengapa?, karena bertemu dengan empunya
sifat sabar tersebut. Cuba sebut lagi kata
Kasih Sayang, sekarang aku bertanya, apakah hatimu bergetar?. Yakin aku jawabanmu
adalah ‘tidak’. Akan tetapi, cubalah kamu bayangkan wajah ayah ibumu yang sudah
tiada, tidak pun kau sebut kata Kasih Sayang tersebut, maka hatimu akan
bergetar penuh rindu. Mengapa?, karena dirimu
sudah berjumpa dengan emak abahmu yang memiliki sifat kasih sayang itu. Sabar
dan kasih sayang itu hanyalah sekedar nama sifat, tetapi si empunya sifat sabar dan kasih sayang itulah sebenar-benarnya
yang membuat getaran. Dari inilah, mengapa seseorang teramat-amat
penting mengenal yang empunya nama dan sifat itu.
Untuk sandaran akan hal ini, cubalah lihat satu kalam Tuhan di dalam al-Qur’an:
$tBur àMø)n=yz £`Ågø:$# }§RM}$#ur wÎ) Èbrßç7÷èuÏ9 ÇÎÏÈ
Artinya: ‘Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku’. (QS. Adz-Dzariyat: 56).
Ibnu Abbas[1] menafsiri
kata ‘Illa Liya’budun’ dengan makna yang dikandunginya yaitu ‘Illa
Liya’rifun’ sehingga mengertilah
kita makna sebenarnya yaitu ‘Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan supaya mereka kenal (makrifat) kepada-Ku’. Ketahuilah,
tiap-tiap nama pasti ada pemiliknya semisal pena adalah nama dan orangnya itu
adalah yang kita pegang untuk menulis itu. Semisal Peci adalah nama dan
orangnya adalah yang kita pakaikan dikepala itu. Begitu juga dengan Allah itu
adalah nama yang juga ada pemiliknya.
Ayat ini menguatkan keyakinan di dalam dada kita, bahwa mengenal Allah (Ma’rifatullah) merupakan perintah Tuhan yang teramat-amat penting, sebagaimana yang terurai secara ringkas di atas pula. Keadaan jiwa seseorang yang telah benar-benar kenal kepada yang empunya nama itu, sebut saja nama-Nya, maka bergemuruh qalbunya. Terdengar saja nama kekasih-Nya (Sayyidina Muhammad SAW) qalbunya sudah lebih dahulu menangis sebelum mata zahirnya menitis air mata. Terlihat apa saja yang ada di alam semesta maka terlihat akan wajah Tuhan-Nya, sehingga lapanglah dadanya, bersihlah pandangannya, tajamlah pendengar-annya, benarlah langkah dan pegangannya, sejuklah kalam-kalamnya karena tiada lagi buruk sangkanya kepada makhluk.
By. Shabri Saleh Anwar bin ANwar Bujang
[1] Abdullah bin Abbas adalah seorang sahabat Nabi Muhammad sekaligus saudara sepupunya. Nama Ibnu Abbas (ابن عباس) juga diguna-kan untuknya untuk membedakannya dari Abdullah yang lain. Ibnu Abbas merupakan salah satu sahabat yang berpenge-tahuan luas, dan banyak hadis sahih yang diriwayatkan melalui Ibnu Abbas.
0 Komentar