Syhadat Tauhid itu pada hakikatnya adalah Penyaksian tetapi penyaksian disini adalah me-nyata-kan kenyataan Tuhan itu sendiri. Oleh karena itulah sampai pada tingkatan hakikat ini, syahadat tersebut bukan lagi sekedar duduk pada tingkat terjemah, tetapi sudah memasuki wilayah makna yang mana menguraikan kehendak Tuhan pada diri kita dari syahadat tersebut. Sehingga kalau diurai menjadi sebagai berikut:
|
اَشْهَدُ أَنْ |
|
|
Aku Bersaksi |
|||
الَّلهُ |
إِلَّا |
إِلَهَ |
لَا |
Allah |
Hanya |
Nyata |
Tiada |
Kalimat اَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إَلَّا الَّلهُ ini disebut sebagai ‘Syahadat Tauhid’. Karena memang makna yang terkandung di dalamnya adalah peng-Esa-an kepada Allah sebagai Tuhan yang tunggal. Sebagaimana disebutkan di dalam al-Qur’an pada surah al-Ikhlas yaitu:
ö@è%
uqèd
ª!$#
îymr&
ÇÊÈ ª!$#
ßyJ¢Á9$#
ÇËÈ öNs9
ô$Î#t
öNs9ur
ôs9qã
ÇÌÈ öNs9ur
`ä3t
¼ã&©!
#·qàÿà2
7ymr&
ÇÍÈ
Artinya: Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan. dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia." (QS. Al-Ikhlas: 1-4).
Firman Allah ini jelas dan nyata menyatakan bahwa Allah itu
adalah Ahad, Ahad itu adalah Esa, Esa itu adalah Tunggal dan Tunggal itu
sendiri bermakna bahwa Dia (Huwa) saja yang ada dan yang lain tiada. Oleh
karena itulah, sifat Tuhan yang pertama disebut dengan sifat Nafsiyah yaitu
Wujud yang artinya Ada. Sementara lawan dari kata Wujud itu adalah Adam yang
merupakan sifat makhluk yang artinya tiada. Sehingga kemudian, ketika kita melihat
zahirnya diri kita ada, alam semesta dan isinya ada. Maka adanya alam semesta
dan isinya itu adalah bukti, kenyataan dan atau bayangan Allah semata.
Oleh sebab itu,
makna Ahad pada diri kita ini yaitu dua mata satu penglihatan, dua telinga satu
pendengaran, dua lubang hidung satu nafas, lidah berlapis dan memiliki empat
perasa tetapi satu kalam, dua otak satu pikiran, dua hati satu perasaaan, dua
tangan satu pegangan, dua kaki satu langkah, dua peluru satu senjata, dua perut
satu rahim, begitulah seterusnya jika direnungkan.
Sehingga
ungkapan kasarnya, bahwa dua mata kita
yang punya, tetapi penglihatan bukanlah kita yang punya, yang punya adalah
Allah SWT. Sehingga jika begitu keadaannya maka sebenar-benarnya dua mata kita
ini berkeadaan buta, tetapi mengapa kita bisa melihat, kita melihat dilihatkan
oleh Allah dengan sifat Bashar-Nya.
Sehingga
ungkapan kasarnya, bahwa dua keping
telinga kita yang punya, tetapi Pendengaran bukanlah kita yang punya, yang
punya adalah Allah SWT. Sehingga jika begitu keadaannya maka
sebenar-benarnya dua telinga kita ini berkeadaan tuli, tetapi mengapa kita bisa
mendengar, kita mendengar didengarkan oleh Allah dengan sifat Sama’-Nya.
Ungkapan
kasarnya, dua kaki & tangan, kita
yang punya, tetapi gerak langkah bukanlah kita yang punya, yang punya adalah
Allah SWT. Sehingga jika begitu keadaannya maka
sebenar-benarnya dua kaki atau tangan kita ini berkeadaan kaku/mati (tidak
kuasa), tetapi mengapa kita bisa berjalan, memegang. Kita berjalan dan memegang
digerakkan oleh Allah dengan sifat Qudrat Iradat-Nya.
Sehingga
begitulah seterusnya keadaan sebenar-benarnya, oleh karena itu silahkan dirimu
teroka sedalam-dalamnya kepada dirimu sendiri (tafakkur diri), sehingga dirimu
akan menemukan begitu banyak rahasia-rahasia yang selama ini tersembunyi yang
seluruhnya akan selalu berhubungan dengan Rasulullah dan Allah SWT.
Ketahuilah wahai saudara anak keturunanku bahwa ilmu hakikat itu bukan melihat kepada yang diluar diri kita seperti langit, bulan, bintang, awan yang nun jauh disana, tetapi melihat kepada diri sendiri, sebab pada diri itu sebenarnya berkumpul kesempurnaan yaitu alam kecil (Alam Shagir) tetapi sebenarnya dialah yang meliputi alam yang besar (Alam Kabir) itu.
By. Shabri Saleh Anwar bin Anwar Bujang
0 Komentar