Inilah saatnya kita arungi lautan kalimat tauhid sebagaimana aku janjikan pada sebelumnya dibagian ujung kajian syahadat ini. Kalimat tauhid لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ yang selalu kita baca ini, seharusnya dibawa dalam kehidupan setiap hari dalam 24 jam tanpa putus dan terlupa. Oleh karenanya, kalimat ini bukan sekedar diucap dihujung lidah, tetapi seperti denyut jantung yang berdetak setiap hari tanpa berhenti. Agar ketika ajal menjemput kita, maka kita mati dalam keadaan husnul khatimah semoga tidak tersentuh oleh api neraka.
الَّله |
رسول |
محمد |
الَّله |
إلا |
اله |
لا |
4 |
4 |
4 |
4 |
3 |
3 |
2 |
24 (Jam dalam sehari) |
Ketahuilah
saudara anak keturunanku, jika dirimu tidak memegang makna syahadat secara hakiki ini, maka kau akan tertipu
ketika melihat zahirnya dunia beserta isinya. Sebab, yang zahir itu menyembunyikan hakikat sebenarnya yang asal, seperti baju atau celana
yang menyembunyikan kenyataan dirinya adalah kapas. Banyaklah orang yang
tertipu dan bertahan hanya pada baju dan celana, bahkan mereka bersikeras
bertahan pada tingkat ini.
Padahal
tanpa kapas maka baju atau celana ini tidaklah wujud. Oleh karenanya, eloklah
ku uraikan makna kalimat tauhid لَا إِلَهَ
إِلَّا اللَّهُ dibagian akhir bab syahadat ini
dengan lebih luas maknanya dalam rangka mengaplikasikkannya dalam kehidupan
sehari-hari dari yang kita lihat di alam semesta ini.
Semula kita
memaknai kalimat tauhid ini sebagimana tabel di atas dengan لَا إِلَهَ
إِلَّا اللَّهُ ‘Tiada Nyata
Hanya Allah’, kemudian marilah kita bawa ke alam nyata bahwa
kenyataannya memang bulan, bintang, awan, langit, pohon pohon, lembu, kambing,
ayam, air, api, asap, buaya, babi, ulat dan lain sebagainya memanglah wujud
terlihat. Orang yang hanya berpegang pada jalan syari’at sangatlah sulit hendak berada ditingkat
(maqam) لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ ‘Tiada Nyata
Hanya Allah’, karena apa yang dilihat oleh mata zahirnya adalah
makhluk juga. Oleh karenanya eloklah kita
gunakan kalimat لَاهُوَ إِلَّا هُوَ ‘Tidak Dia Melainkan Dia’.
Mengawali makna dari kata لَا هُوَ إِلَّا هُوَ ‘Tidak Dia Melainkan Dia’ marilah kita ambil sebuah perumpamaan sederhana, ketika kita melihat seekor kucing yang kita pelihara dirumah kita.
Bagaimana mungkin hendak kita mengatakan bahwa Kucing yang berkaki empat, bergigi tajam, badan berbulu, berekor pula adalah Allah. Kalau berani kita mengatakan ia adalah Allah maka kafirlah kita, tetapi kalau pula kita katakan dia bukan Allah maka syiriklah kita sebab mengingkari kalimat tauhid لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ ‘Tiada Nyata Hanya Allah’ serta ayat al-Qur’an, yaitu:
ö@è% uqèd ª!$# îymr& ÇÊÈ
Artinya: ‘Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa’ (QS. Al-Ikhlas: 1).
¬!ur ä-Ìô±pRùQ$# Ü>ÌøópRùQ$#ur 4 $yJuZ÷r'sù (#q9uqè? §NsVsù çmô_ur «!$# 4 cÎ) ©!$# ììźur ÒOÎ=tæ ÇÊÊÎÈ
Artinya: ‘dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, Maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha mengetahui’. (QS. Al-Baqarah: 115).
Maka eloklah kita gunakan kalimat لَا هُوَ إِلَّا هُوَ (Tidak Dia Melainkan Dia) ini untuk menyampaikan kita pada makna yang sebenarnya. Kucing itu memanglah bukan Allah tetapi sebenarnya dia (hakikat dari pada Allah). Lalu, dimana letak Allah itu pada seekor kucing yaitu kucing itu bisa bergerak, berjalan, memandang, mengeong dan lain sebagainya bergantung pada sifat-sifat Allah yaitu sifat Hayat-nya Allah, sifat Kalam-Nya Allah, sifat Bashar-Nya Allah, sifat Sama’-Nya Allah, Qudrat Iradat Allah juga. Sehingga kesimpulannya kucing itu sebenar-benarnya mati (tidak ada) tetapi bisa bergerak kesana kemari, memandang, mengeong karena bergantung pada sifat-sifat Allah, sehingga kucing itu tiada lain dan tiada bukan adalah kenyataan Allah juga, begitulah seterusnya.
by. Shabri Saleh Anwar bin Anwar Bujang
0 Komentar