Sedikit kita urai sejenak tentang khutbah Jum’at yang mana merupakan perkataan tersusun yang mengandung wasiat, nasihat dan informasi yang disampaikan oleh khatib di atas mimbar pada hari jum’at. Wasiat utama yang disampaikan khatib adalah taqwa, sebab ummat harus terus dididik untuk menjadi pribadi yang bertaqwa kepada Tuhan. Khutbah jum’at merupakan kesempurnaan shalat jum’at yang disyariatkan di dalam Islam.
A. Tata Cara Khutbah Jum’at
Tata cara pelaksanaan shalat Jum’at, yaitu:
1. Khatib naik ke atas mimbar; setelah tergelincirnya matahari (waktu dzuhur), kemudian memberi salam dan duduk.
2. Muadzin mengumandangkan adzan; sebagaimana halnya adzan dzuhur.
3. Khutbah pertama; Khatib berdiri untuk melaksanakan khutbah yang dimulai dengan hamdalah dan pujian kepada Allah SWT serta membaca shalawat kepada Rasulullah SAW. Kemudian memberikan nasehat kepada para jama’ah, mengingatkan mereka dengan suara yang lantang, menyampaikan perintah dan larangan Allah dan RasulNya, mendorong mereka untuk berbuat kebajikan serta mengingatkan bahayanya dari berbuat keburukan, dan mengingatkan mereka dengan janji-janji kebaikan serta ancaman-ancaman Allah SWT. Lalu kemudian duduk sebentar.
4. Khutbah kedua; Khatib memulai khutbahnya yang kedua dengan hamdalah dan pujian kepada-Nya. Kemudian melanjutkan khutbahnya dengan pelaksanaan yang sama dengan khutbah pertama sampai selesai.
5. Khatib kemudian turun dari mimbar; Lalu muadzin melaksanakan iqamat untuk melaksanakan shalat jum’at secara berjamaah dua rakaat dengan mengeraskan bacaan.
B. Rukun Khutbah Jum’at
Adapun rukun khutbah Jumat paling tidak ada lima perkara:
1. Rukun Pertama: Hamdalah
Khutbah jumat itu wajib dimulai dengan Hamdalah. Yaitu lafaz yang memuji Allah SWT. Misalnya lafaz Alhamdulillah, atau Innalhamdalillah. Pendeknya, minimal ada kata Alhamdulillah, baik di khutbah pertama atau khutbah kedua. Contoh bacaan:
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ.
2. Rukun Kedua: Syahadat dan Shalawat kepada Nabi SAW.
Syahadat dan shalawat kepada nabi Muhammad SAW harus dilafadzkan dengan jelas. Contoh bacaan:
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ اللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى الِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.
3. Rukun Ketiga: Washiyat untuk Taqwa.
Yang dimaksud dengan washiyat ini adalah perintah atau ajakan atau anjuran untuk bertakwa atau takut kepada Allah SWT. Menurut Az-Zayadi, washiyat ini adalah perintah untuk mengerjakan perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Sedangkan menurut Ibnu Hajar cukup dengan ajakan untuk mengerjakan perintah Allah. Sedangkan menurut Ar-Ramli, washiyat itu harus berbentuk seruan kepada ketaatan kepada Allah.
Lafadznya sendiri bisa lebih bebas. Misalnya dalam bentuk kalimat: “takutlah kalian kepada Allah”. Atau kalimat: “marilah kita bertaqwa dan menjadi hamba yang taat”. Contoh bacaan:
فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ ; اِتَّقُوا اللهَ, اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ. وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ.
Ketiga rukun di atas harus terdapat dalam kedua khutbah Jumat itu.
4. Rukun Keempat: Membaca ayat Al-Quran pada salah satunya.
Minimal satu kalimat dari ayat al-Quran yang mengandung makna lengkap. Bukan sekedar potongan yang belum lengkap pengertiannya. Maka tidak dikatakan sebagai pembacaan al-Quran bila sekedar mengucapkan lafadz: “tsumma nazhar”. Mestilah harus lengkap maknanya.
Tidak ada ketentuan harus ayat tentang perintah atau larangan atau hukum. Boleh juga ayat Quran tentang kisah umat terdahulu dan lainnya. Contoh bacaan:
( (#qà)Î7tFó$$sù ÏNºuöyø9$# 4 tûøïr& $tB (#qçRqä3s? ÏNù't ãNä3Î/ ª!$# $·èÏJy_ 4 ¨bÎ) ©!$# 4n?tã Èe@ä. &äóÓx« ÖÏs% ÇÊÍÑÈ
Artinya: ‘Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu’. (QS. al-Baqarah: 148).
أَمّا بَعْدُ
Ammaa ba’du..
Selanjutnya berwasiat untuk diri sendiri dan jamaah agar selalu dan meningkatkan taqwa kepada Allah SWT, lalu mulai berkhutbah sesuai topiknya. Memanggil jamaah bisa dengan panggilan Ayyuhal Muslimun, atau Ma’asyiral Muslimin Rahimaku-Mullah, atau “sidang jum’at yang dirahmati Allah”.
…….. isi khutbah pertama ………
Setelah itu menutup khutbah pertama dengan do’a untuk seluruh kaum muslimin dan muslimat. Contoh bacaan:
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا فَاسْتَغْفِرُوا اللهَ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
Lalu duduk sebentar untuk memberi kesempatan jamaah jum’at untuk beristighfar dan membaca shalawat secara perlahan. Setelah itu, khatib kembali naik mimbar untuk memulai khutbah kedua. Dilakukan dengan diawali dengan bacaaan hamdallah dan diikuti dengan shalawat.
Contoh bacaan:
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا.
Ammaa ba’ad..
Selanjutnya diisi dengan khutbah baik berupa ringkasan, maupun hal-hal terkait dengan tema atau isi khutbah pada khutbah pertama yang berupa washiyat taqwa.
……. isi khutbah kedua ………
5. Rukun Kelima: Do’a untuk umat Islam di khutbah kedua.
Pada bagian akhir, khatib harus mengucapkan lafaz yang doa yang intinya meminta kepada Allah kebaikan untuk umat Islam. Misalnya kalimat: Allahummaghfir lil muslimin wal muslimat. Atau kalimat Allahumma ajirna minannar .
Contoh bacaan do’a penutup:
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ. اَللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا الْبَاطِلَ باَطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. وَصَلَّى اللهُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ. وَأَقِمِ الصَّلاَةَ.
Selanjutnya khatib turun dari mimbar yang langsung diikuti dengan iqamat untuk memulai shalat jum’at secara berjamaah.
By. Shabri Saleh Anwar bin Anwar Bujang
0 Komentar